Perbandingan Pengaturan Mengenai Terorisme di Indonesia, Inggris dan Australia Terkait Dengan Due Process Of Law Bagi Pelaku

Posted on Updated on

Perbandingan Pengaturan Mengenai Terorisme di Indonesia, Inggris dan Australia Terkait Dengan Due Process Of Law  Bagi Pelaku

 

Nur Rois *)

Abstrak.

Tulisan ini membahas mengenai perbandingan hukum pidana dalam tindak pidana terorisme dari sudut pandang due process of law bagi pelaku tindak pidana terorisme, terdapat perbedaan yang signifikan terutama terkait sistem adversarial yang dianut sistem peradilan pidana australia dan inggris dibandingkan dengan sistem peradilan pidana di Indonesia dimana perlindungan hak asasi pelaku lebih diperhatikan sehingga sistem peradilan pidana di Australia dan Inggris lebih kondusif untuk menciptakan due process of law.

These writings discuss about comparative criminal law in the criminal acts of terrorism from the standpoint of due process of law for criminal acts, perpetrators of terrorism, there are significant differences, particularly regarding the subscribed adversarial system of criminal justice system compared to english australia and criminal justice system in Indonesia where protection of rights observed until the perpetrator more fundamental criminal justice system in Australia and England are more conducive to creating due process of law.

Kata Kunci ; tindak pidana terorisme, terorisme, sistem peradilan pidana, adversarial, perbandingan hukum, due process of  law


*) Penulis adalah Dosen PNSDpk di Universitas Baturaja

Dimuat dalam Jurnal Legalita Volume XI Nomor 02 Nopember 2013 Halaman  89 – 113

full teks download disini : perbandingan pengaturan terorisme

perbandingan pengaturan terorisme

Sitasi :

MLA
Rois, Nur. “Perbandingan Pengaturan Mengenai Terorisme di Indonesia, Inggris dan Australia Terkait Dengan Due Process Of Law Bagi Pelaku.” Legalita 02 (2013): 89-113.

APA
Rois, N. (2013). Perbandingan Pengaturan Mengenai Terorisme di Indonesia, Inggris dan Australia Terkait Dengan Due Process Of Law Bagi Pelaku. Legalita, (02), 89-113.
Chicago
Rois, Nur. “Perbandingan Pengaturan Mengenai Terorisme di Indonesia, Inggris dan Australia Terkait Dengan Due Process Of Law Bagi Pelaku.” Legalita 02 (2013): 89-113.

Informasi elektronik sebagai bukti dalam perkara pidana

Posted on Updated on

Informasi elektronik sebagai bukti dalam perkara pidana
Jurnal Dinamika Volume 03 No.6 Desember 2010
silahkan download disini :

12-rois-oke-hal-90-96

Sitasi :

MLA
rois, nur. “Informasi Elektronik Sebagai Bukti Dalam Perkara Pidana.” Inspirasi 19.03 (2010): 304-313

APA
rois, N. (2010). Informasi Elektronik Sebagai Bukti Dalam Perkara Pidana. Inspirasi, 19(03), 304-313.

Chicago
rois, nur. “Informasi Elektronik Sebagai Bukti Dalam Perkara Pidana.” Inspirasi 19, no. 03 (2010): 304-313.

Mendifinisikan terorisme

Posted on Updated on

mungkin  telinga kita sering mendengar istilah  Bom Bali I, Bom Bali II , 9/11, benar kata “terorisme” adalah kata yang melekat  langsung pada fikiran kita  dan kita rujuk pada peristiwa-peristiwa tersebut.

namun benarkah definisi “terorisme” yang kita kenal saat ini merupakan definisi terorisme yang sudah ada sebelumnya , dan pasti jawabnya adalah tidak.

Definisi terorisme sendiri saat ini masih menjadi perdebatan meskipun sudah banyak ahli yang medefinisikannya, dan dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan. Secara umum kata “teroris” ( pelaku) dan terorisme (aksi) berasal  dari kata latin “terrere” yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan , tentu saja kengerian di hati dan pikiran korban. sekarang kita lihat beberapa definsi terorisme yang dikenal saat ini :

Austin T Turk

Terrorist acts are political, rarely in volving psychopathology or material deprivation. Indeed, the evidence is mounting that terrorism is associated with relative affluence and social advantage rather than poverty, lack of education, or other indicators of deprivation

Jenny Hocking

terrorism as a label simplifies the complex moral and political questions raised by any political violence

PBB, Resolusi Dewan Keamanan PBB  Tahun 2004 Nomor 1566 :

criminal acts, including against civilians, committed with the intent to cause death or serious bodily injury, or taking of hostages, with the purpose to provoke a state of terror in the general public or in a group of persons or particular persons, intimidate a population or compel a government or an international organization to do or to abstain from doing any act, which constitute offences within the scope of and as defined in the international conventions and protocols relating to terrorism, are under no circumstances justifiable by considerations of a political, philosophical, ideological, racial, ethnic, religious or other similar nature.

Pasal 6  Undang-Undang Nomor.1 Prp Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana  Terorisme Lembaran Negara Republik  Indonesia Tahun 2002 Nomor 102;

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau  lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

Oxford Dictionary

the unofficial or unauthorized use of violence and intimidation in the pursuit of political aims

Ternyata tidaklah mudah mendefinisikan terorisme, Alex P Schmid sebagaimana dikutip oleh Edwin Bakker mengatakan bahwa tidak mudahnya mendefinisikan terorisme dikarenakan beberapa faktor yaitu ;

  1. Terrorism is “a contested concept”
  2. Linked to delegation and criminalization
  3. Many type of terrorism, with different  form and manifestation
  4. changes in  meaning in the 200 years of its existence

ke-empat faktor tersebut menunjukkan bahwa tidaklah mudah dalam mendefinisikan terorisme, dan semuanya bermuara pada politik hukum pidana negara yang bersangkutan , satu contoh mudah untuk menjadi perenungan kita tahukah anda kalo PLO di  beberapa negara dianggap sebagai  organisasi teroris dan Yasser Arafat adalah seorang “teroris” padahal beliau adalah pemenang Nobel perdamaian.

Terrorism is about how your government define person or a group that they called “terrorist” ( N.R 2013)

sumber utama :
rois, nur. “Kebijakan Kriminal dalam Cyberterrorism di Indonesia.” (2013).

 

how to define terrorism

Posted on

no matter how we define terrorism, the definition will always fluctuate because the context of violent activity changes ( Alex  Schmid –1984)

Uji Materiil UU No 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden

Posted on Updated on

barusan seorang teman share sebuah website via facebook tentang uji materiil UU No 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden oleh Prof Yusril. sungguh hal yang menarik argumen-argumen yang dikemukakan beliau tentang hal tersebut beberapa yang bisa saya kutip adalah sebagai berikut :

Bahwa norma Pasal 6 A ayat (2) UUD 1945 mengatakan “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”. Frasa pertama dalam umusan norma pasal 6A ayat (2) ini bagi Pemohon adalah terang dan jelas bahwa pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden “diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum”. Kapankah sebuah partai politik dapat disebut sebagai “peserta pemilihan umum”? Pertanyaan ini hanya dapat dipahami konteksnya dengan merujuk kepada norma-norma dan praktik penyelenggaraan pemilihan umum itu sendiri. 

jelas secara logika hukum terdapat pertentangan antara UUD 1945 dengan UU No 42 Tahun 2008 dimana persyaratan untuk seseorang dicalonkan sebagai presiden/wakil presiden menurut undang-undang tersebut adalah :

Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan  perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah
kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen)  dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. (Pasal 9 UU No 42/2008)

sesuai asas perundang-undangan yang ada maka seharusnyalah rujukan dasar tetap pada UUD 1945 dan frasa dalam Pasal 9 UU No 42/ 2008 menjadi cacat hukum. Akan lebih menarik lagi jika Uji Materiil yang diajukan Prof. Yusril ini di kabulkan oleh MK  ( dan saya kira secara obyektif bisa dikabulkan)  maka untuk pemilu tahun ini setidaknya maksimal kita akan memilih 12 Calon Pasangan Presiden dan Wakil Presiden, setidaknya ini akan membuka peluang bagi calon-calon alternatif yang tidak bisa diusung oleh Partai Besar maupun Gabungan Partai.

semoga Pemilu Tahun ini lebih baik dan menghasilkan pemimpin yang amanah dan dicintai rakyat.

 

Define Terrorism

Kutipan Posted on Updated on

Terrorism is about how your government define person or a group that they called “terrorist” ( N.R 2013)

rois, nur. “Kebijakan Kriminal dalam Cyberterrorism di Indonesia.” (2013).